Pada zaman dahulu kala, di Kabupaten Yuncheng, Provinsi Shanxi, Tiongkok, ada seorang pria bernama Du Shaokang yang pandai membuat arak/anggur.
Dia sering menyimpan ampas sisa pembuatan anggur untuk memberi makan kudanya.
Suatu kali, Du Shaokang menuangkan ampas anggur ke dalam tong besar, menambahkan air, dan menutupinya untuk digunakan nanti.
Karena Tahun Baru Imlek semakin dekat dan ada banyak hal yang harus diselesaikan, dia melupakan tong berisi ampas anggur.
Lebih dari setengah bulan berlalu, dan suatu hari, dia bermimpi di mana seorang dewa tua berjanggut putih meminta bumbu. Du Shaokang berkata: “Maaf, saya tidak punya bumbu”.
Dewa tua itu menunjuk ke tong sisa anggur dan berkata, “Bukankah itu? Kamu bisa memakannya besok, tong sisa anggur itu telah direndam selama dua puluh hari!
Du Shaokang merasa mimpi ini sangat aneh, jadi dia membuka tong itu saat senja keesokan harinya. Saat dia mengangkat tutup tangki, bau asam masuk ke lubang hidungnya. Semua orang di rumahnya berkata: “Baunya sangat asam! Segeralah buang!”
Du Shaokang dengan berani mencicipi air kuning itu, ternyata rasanya asam dan lezat.
Pada Malam Tahun Baru, ketika seluruh keluarga makan pangsit bersama, Du Shaokang menuangkan sedikit air kuning untuk semua orang dan meminta mereka mencicipinya.
Sambil makan, semua orang berkata: “Rasanya sangat enak!”
Air kuning ini telah menjadi bumbu, Du Shaokang bingung mau memberinya nama apa. Tiba-tiba, Du Shaokang ingat apa yang dikatakan dewa tua dalam mimpinya, jadi dia menggunakan kata “二十一日酉 èr shí yī rì yǒu, yang artinya dua puluh satu hari” untuk membentuk kata “醋 cù, yang artinya cuka”.
Hingga saat ini, cuka telah menjadi bumbu wajib di dapur Tiongkok, dan Provinsi Shanxi telah menjadi daerah penghasil cuka yang terkenal.